Ada suatu kisah tentang seorang anak laki-laki yang mempunyai sifat pemarah.
Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, dengan hikmah ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah....??? Hari pertama anak itu telah melakukan 32 paku ke pagar setiap kali dia marah. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memaku paku ke pagar. Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah lagi. Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahukan ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. “Hmmmmm, kamu telah berhasil dengan baik anakk..???,, tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti yang sebelumnya” “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu dan perbuatanmu meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain” ingatlah amarah adalah suatu FITRAH yang ada dalam diri manusia akan Tetapi bila kita tidak meluapkannya Maka itu adalah emosi yang lebih UTAMA... Karena luapan kemarahan hanya akan MENYAKITI orang lain yang akan 'terus MEMBEKAS' selamanya Dan akan menjadi 'PENYESALAN' pada diri kita sendiri... seperti contoh : memberi ternyata lebih nikmat daripada menerima... memaafkan ternyata lebih melegakan daripada mendendam... dan menyayagi ternyata lebih membahagiakan daripada disayangi... lantas apakah anda di tuntut untuk egois...??? sehingga sulit untuk memberi, memaafkan dan menyanyangi...???
jika benar Anda memang EGOIS...
Maka pilihlah yang lebih NIKMAT...
dan Pilihlah yang lebih MELEGAKAN...
serta pilihlah yang lebih MEMBAHAGIAKAN...
untuk itulah jaga mulutmu seperti menjaga kemaluanmu sendiri.
Komentar
Posting Komentar